Penghancuran
di Ruang Interogasi
“Sebuah thriller psikologis yang menunjukkan kemampuan seseorang interogator menggunakan teknik membaca orang sebagaimana digambarkan dalam buku Non Fiksi
Seni Membaca Orang:
Menguasai Bahasa Tubuh dan Sinyal Emosional,
oleh Nlauselang”
Penghancuran di Ruang Interogasi
Bab 20: Refleksi dan Kesimpulan
Malam itu terasa berbeda bagi Raka. Penangkapan Pak Agus telah terjadi, tetapi rasa kemenangan yang diharapkan tidak sepenuhnya memenuhi dirinya. Ruang interogasi yang biasanya terasa penuh ketegangan kini hening. Pak Agus, yang selama ini menjadi simbol kekuasaan yang tak tersentuh, telah dibawa pergi dengan tangan terborgol, dan dengan itu, sebagian dari misteri korupsi besar di sektor tambang telah terbuka. Namun, bagi Raka, kasus ini lebih dari sekadar menangkap satu orang. Ia tahu bahwa korupsi bukanlah masalah individu, melainkan masalah sistemik, dan ini hanyalah permulaan dari tugas yang jauh lebih besar.
Raka duduk sendirian di ruangannya, matanya menatap tumpukan dokumen dan laporan yang masih tersisa di meja. Sinar lampu meja kerja menerangi wajahnya yang penuh pikiran. Ia mulai merefleksikan perjalanan panjang penyelidikan ini, dari awal hingga akhirnya penangkapan dilakukan.
Kilasan flashback mulai memutar di benaknya—langkah-langkah awal penyelidikan, ketika segala sesuatunya masih tampak samar dan rumit. Semua dimulai dengan laporan kecil tentang ketidaksesuaian data keuangan yang tampak tidak penting, namun berkembang menjadi penyelidikan yang menemukan aliran dana gelap dan kebocoran aset negara di sektor tambang. Saat itu, Raka dan timnya tak menyadari betapa dalam jaringan korupsi ini. Mereka hanya tahu bahwa mereka harus menggali lebih jauh, meskipun setiap langkah membawa mereka semakin dekat pada orang-orang yang berkuasa.
Pikirannya kembali ke hari-hari awal penyelidikan, ketika banyak informasi yang seolah-olah sengaja disembunyikan. Setiap kali Raka mencoba mencari petunjuk, ada kekuatan tak terlihat yang mencoba menghalangi jalannya. Beberapa orang di birokrasi dengan cepat menutup mulut, menolak untuk memberikan informasi yang relevan, sementara yang lain sengaja menyesatkan mereka dengan data yang tak akurat. Korupsi, dia sadari, bukan hanya tentang mereka yang mengambil keuntungan, tetapi juga tentang jaringan perlindungan yang melindungi mereka.
Namun, Raka dan timnya tidak menyerah. Dengan ketelitian dan kesabaran, mereka mulai merangkai potongan-potongan kecil dari informasi yang tersembunyi. Setiap kali mereka menemukan dokumen, atau kesaksian, atau bukti transaksi mencurigakan, mereka tahu bahwa itu adalah langkah kecil menuju kebenaran. Kebenaran yang begitu tersembunyi di balik lapisan kekuasaan dan manipulasi.
Selama berbulan-bulan, Raka terus memimpin investigasi yang lebih dalam. Beberapa kali mereka menghadapi ancaman. Beberapa saksi kunci tiba-tiba mundur, dan ada saat di mana tekanan politik mulai menumpuk. Namun, yang membuat Raka terus bertahan adalah keyakinan bahwa kebenaran, betapapun sulitnya ditemukan, tetap harus diungkap. Ia ingat bagaimana timnya, orang-orang yang bekerja tanpa lelah bersamanya, juga mulai merasa frustrasi. Ada kalanya mereka hampir putus asa, terutama ketika mereka tahu lawan yang mereka hadapi jauh lebih kuat dan berpengaruh daripada yang mereka bayangkan.
Pikiran Raka kembali ke Pak Agus—sosok yang pada awalnya tampak seperti pejabat biasa yang berusaha melindungi diri di tengah badai politik. Namun, seiring berjalannya waktu, penyelidikan menunjukkan bahwa dia jauh lebih dalam terlibat. Pak Agus bukan hanya seorang pejabat yang terseret, tetapi juga seseorang yang memainkan peran kunci dalam jaringan korupsi ini. Dia yang menyalurkan uang, menyetujui proyek-proyek fiktif, dan membangun jaringan perlindungan di antara pengusaha dan pejabat tinggi lainnya. Tetapi, yang paling mengganggu Raka adalah bahwa Pak Agus tidak pernah bekerja sendirian. Ada banyak "Pak Agus" lain di luar sana, orang-orang yang menggunakan posisi dan kekuasaan mereka untuk mengeksploitasi sistem yang sudah rapuh.
Refleksi Raka semakin dalam. Ia mulai melihat pola besar dari kasus-kasus korupsi yang pernah ia tangani. Mereka semua memiliki benang merah yang sama—sistem yang dirancang untuk melayani rakyat, tetapi malah dimanfaatkan oleh segelintir orang yang berkuasa. Seperti halnya jaringan korupsi di tambang ini, sistem itu hancur bukan karena satu atau dua orang yang korup, melainkan karena budaya di mana korupsi telah menjadi kebiasaan. Orang-orang seperti Pak Agus hanyalah puncak gunung es. Di bawahnya, ada banyak orang lain yang terlibat dalam permainan yang sama, baik dengan cara aktif maupun pasif.
Raka berpikir tentang keluarga Pak Agus. Bagaimana perasaan mereka sekarang? Apakah mereka tahu apa yang terjadi di balik layar? Ataukah mereka juga korban dari tindakan Pak Agus? Korupsi tidak hanya menghancurkan negara; ia menghancurkan keluarga, menghancurkan kepercayaan, dan merusak hubungan yang seharusnya dilandasi oleh integritas. Raka sering bertanya-tanya, bagaimana mungkin seseorang sanggup mengkhianati prinsip moral dan kewajibannya kepada masyarakat demi keuntungan pribadi? Tetapi jawabannya selalu sama: kekuasaan, uang, dan kesempatan menciptakan godaan yang sulit dihindari bagi banyak orang.
Namun, Raka tahu bahwa ada sesuatu yang lebih besar dari semua ini. Penyelesaian kasus Pak Agus bukanlah akhir dari perjuangannya melawan korupsi. Bahkan ketika satu pemain besar ditangkap, sistem yang rusak tetap ada. Mereka yang punya kekuasaan akan selalu mencoba menipu sistem, memanipulasi aturan, dan menemukan celah untuk memperkaya diri sendiri. Itu adalah sifat dari manusia yang dibutakan oleh kekuasaan dan harta. Tetapi, Raka juga tahu bahwa tugasnya sebagai penegak hukum adalah untuk tetap berdiri teguh. Ia tidak bisa menyelesaikan semuanya sendirian, tapi setiap kemenangan kecil adalah langkah maju yang berarti.
Dalam kesimpulan reflektifnya, Raka menyadari bahwa korupsi adalah musuh abadi. Ia mungkin tidak akan pernah sepenuhnya hilang, tetapi itu bukan alasan untuk berhenti melawan. Kebenaran, seberapa sulitnya pun untuk ditemukan, tetap harus diupayakan. Setiap penyidik, setiap jaksa, setiap orang yang bekerja di sektor penegakan hukum, memiliki tanggung jawab moral untuk tidak menyerah pada kejahatan ini.
Ketika Raka berdiri dari mejanya malam itu, ia menatap keluar jendela kantornya. Langit malam terlihat gelap, tetapi di kejauhan, lampu-lampu kota berkelip, memberikan cahaya kecil di tengah kegelapan. Begitulah cara Raka melihat pekerjaannya. Meski kegelapan korupsi tampak menelan segalanya, selalu ada cahaya kecil kebenaran yang akan terus bersinar. Dan tugasnya, serta tugas setiap orang yang ingin melihat keadilan ditegakkan, adalah menjaga agar cahaya itu tidak pernah padam.
Kasus Pak Agus mungkin telah berakhir, tetapi perjuangan Raka melawan korupsi baru saja dimulai kembali.
TAMAT