Penghancuran
di Ruang Interogasi

“Sebuah thriller psikologis yang menunjukkan kemampuan seseorang interogator menggunakan teknik membaca orang sebagaimana digambarkan dalam buku Non Fiksi
Seni Membaca Orang:
Menguasai Bahasa Tubuh dan Sinyal Emosional,
oleh Nlauselang”

Penghancuran di Ruang Interogasi

Bab 16: Strategi Menjatuhkan

Raka duduk tegak di kursinya, merasa bahwa sesi interogasi kali ini adalah titik krusial. Meskipun Pak Agus mulai mengungkapkan beberapa informasi, jelas masih ada banyak hal yang ia sembunyikan. Raka menyadari bahwa cara terbaik untuk menggoyang mental Pak Agus bukanlah dengan mendorongnya terlalu keras, melainkan dengan menggunakan strategi yang lebih halus—memberi tekanan psikologis yang cukup, tapi membiarkannya merasa seolah ia masih bisa mengontrol situasi.

Raka memutuskan untuk menggunakan taktik baru. Ia memutuskan untuk menyodorkan beberapa bukti yang tidak lengkap, atau malah bukti palsu, untuk melihat bagaimana Pak Agus meresponsnya. Ini adalah teknik yang berisiko, tapi Raka percaya bahwa jika digunakan dengan benar, strategi ini bisa membuka celah yang lebih besar dalam pertahanan Pak Agus.

Raka menarik sebuah map dari tasnya dan meletakkannya di atas meja dengan gerakan perlahan, memberi kesan bahwa bukti ini sangat penting. Sebenarnya, isinya hanyalah dokumen-dokumen umum, tidak ada yang substansial, tapi Raka tahu cara mempermainkan persepsi lawan. "Pak Agus, sebelum kita melanjutkan lebih jauh, saya ingin menunjukkan ini kepada Anda," katanya dengan tenang. "Ini adalah beberapa dokumen terkait dengan rekaman dan transaksi yang kami temukan. Saya yakin Anda sudah tahu apa yang akan saya tunjukkan."

Pak Agus menatap map itu dengan mata yang penuh kecemasan. Keringat di dahinya semakin menetes, dan tangannya tampak semakin gemetar. Raka bisa melihat bahwa tekanan psikologis ini mulai bekerja. Pak Agus tahu bahwa Raka semakin mendekat ke pusat konspirasi, meskipun kenyataannya, Raka belum sepenuhnya tahu apa yang sebenarnya terjadi.

Raka perlahan membuka map itu, mengambil beberapa lembar kertas, dan menaruhnya satu per satu di depan Pak Agus. "Ini bukti yang kami punya tentang keterlibatan Anda dalam transaksi ini. Kami tahu bahwa Anda terlibat dalam persetujuan beberapa dokumen ilegal. Tapi yang ingin kami tahu lebih lanjut adalah siapa yang memerintahkan Anda untuk melakukannya."

Pak Agus menatap kertas-kertas itu dengan cemas. Meskipun dokumen-dokumen itu tidak sepenuhnya konkret, permainan psikologis ini membuatnya merasa seolah-olah setiap gerakannya sedang diawasi. Raka bisa merasakan bahwa Pak Agus sedang di ambang membuat kesalahan besar. Dan itu hanya masalah waktu sebelum ia memberikan informasi yang belum terungkap.

Pak Agus menelan ludah dengan gugup, mencoba berpura-pura tenang. "Saya tidak tahu apa yang Anda maksud," katanya dengan nada berusaha tetap tegar. "Dokumen ini… saya tidak ada hubungannya dengan ini."

Raka tersenyum tipis. "Benarkah? Anda yakin Anda tidak ada hubungannya? Karena kami memiliki bukti lain yang menyatakan sebaliknya." Ini adalah kebohongan, tentu saja, tapi kebohongan yang dirancang untuk membuat Pak Agus merasa bahwa semua tindakannya telah terungkap.

Ketegangan di udara semakin memuncak. Pak Agus mulai tampak lebih gelisah, dan tangannya tidak lagi stabil. Raka memperhatikan gerak-geriknya dengan sangat hati-hati. Dalam sesi seperti ini, reaksi sekecil apa pun bisa menjadi pintu masuk untuk menggali lebih dalam.

Raka kemudian memutuskan untuk melancarkan serangan berikutnya. Ia merogoh ke dalam map dan menarik keluar sebuah dokumen palsu yang sudah disiapkannya. “Kami juga memiliki ini,” katanya dengan nada yang lebih tajam. “Catatan percakapan antara Anda, Ridwan, dan beberapa orang lain di mana transaksi ini diatur. Kami hanya ingin mendengar versi Anda. Jika Anda jujur sekarang, kami bisa menyelesaikan ini dengan lebih baik. Tapi jika Anda tetap menutupinya, situasi akan semakin buruk bagi Anda.”

Raka mendorong kertas-kertas itu ke depan, tepat di depan Pak Agus. Mata Pak Agus membelalak, dan dalam sepersekian detik, Raka melihat mikroekspresi ketakutan itu kembali muncul—lebih tajam dari sebelumnya. Kali ini, tidak ada yang bisa menyembunyikannya. Raka tahu bahwa ia sudah mendapatkan tanggapan yang ia harapkan.

Namun, yang terjadi selanjutnya justru lebih dari yang Raka perkirakan. Pak Agus, yang jelas merasa terpojok, tiba-tiba membuat kesalahan fatal. Dalam upayanya untuk menyelamatkan diri, ia berbicara terlalu banyak.

“Saya… Saya hanya melakukan apa yang diperintahkan! Saya tidak tahu kalau Bu Nita sudah menerima pembayaran tambahan dari proyek tambang! Itu semua disiapkan oleh Ridwan, dia yang mengurus semuanya!” Pak Agus tampak panik, bibirnya gemetar saat kata-kata itu keluar tanpa kontrol. Setelah menyadari apa yang baru saja diucapkannya, ia tampak terpaku. Wajahnya pucat, dan keringat dingin semakin deras mengalir.

Raka tetap tenang, meskipun di dalam dirinya, ia merasa kemenangan sudah di depan mata. Pak Agus baru saja memberikan pengakuan penting yang tidak pernah ia pikirkan sebelumnya—pembayaran tambahan untuk Bu Nita dari proyek tambang, sebuah detail yang sebenarnya belum diketahui oleh penyidik. Pak Agus, dalam kepanikannya, berpikir bahwa informasi itu sudah ada di tangan Raka, padahal sebenarnya, ini adalah elemen baru yang membuka dimensi baru dalam penyelidikan.

“Bu Nita menerima pembayaran tambahan?” Raka berkata, berpura-pura tidak terkejut. “Jadi, Anda mengakui bahwa ada transaksi ilegal di balik proyek tambang ini?”

Pak Agus tersentak, menyadari kesalahan besar yang baru saja ia buat. "Saya... maksud saya... itu hanya kabar angin," katanya dengan suara yang lebih pelan, tetapi jelas sudah terlambat. Informasi penting sudah terungkap, dan tidak ada jalan untuk kembali.

Raka menatap Pak Agus dengan pandangan penuh rasa percaya diri. "Pak Agus, Anda sudah mengungkapkan lebih banyak dari yang Anda sadari. Ini tidak lagi tentang rumor atau kabar angin. Anda baru saja mengkonfirmasi keterlibatan Bu Nita dalam proyek ini, dan itu sudah cukup bagi kami untuk melanjutkan penyelidikan lebih dalam."

Pak Agus tampak hancur. Tubuhnya merosot ke kursi, wajahnya tampak letih dan kalah. “Saya tidak bisa... saya tidak bisa mengatakan lebih banyak lagi. Mereka akan menghancurkan saya jika saya bicara.”

Raka tidak terkejut dengan pernyataan ini. Selama ini, ia sudah menduga bahwa ada orang lain yang lebih berbahaya di balik semua ini, orang-orang yang mengendalikan permainan dari balik layar. Tapi sekarang, dengan pengakuan tentang keterlibatan Bu Nita dan Ridwan, ia semakin yakin bahwa ia sedang berhadapan dengan jaringan yang jauh lebih besar.

“Pak Agus,” Raka berkata dengan nada lebih serius, “ini adalah kesempatan Anda untuk memperbaiki semuanya. Jika Anda bekerja sama dengan kami, kami bisa membantu Anda. Tapi jika Anda terus menutupi, mereka yang ada di balik semua ini akan membuang Anda begitu saja saat mereka merasa terancam.”

Pak Agus tetap diam, tampak bingung dan ketakutan. Raka tahu bahwa ia sudah mencapai titik di mana Pak Agus tidak lagi bisa membohongi dirinya sendiri. Tapi apa pun keputusan Pak Agus selanjutnya, Raka sudah mendapatkan apa yang ia butuhkan: sebuah petunjuk konkret yang bisa membuka jalan menuju orang-orang yang lebih besar di balik skandal ini.

Raka berdiri dari kursinya dan menatap Pak Agus yang masih tenggelam dalam kebingungannya. “Kami akan melanjutkan penyelidikan ini,” kata Raka sebelum meninggalkan ruangan. “Dan ketika waktunya tiba, saya harap Anda siap untuk berbicara lebih banyak.”

Ketika Raka meninggalkan ruang interogasi, ia tahu bahwa babak baru dalam penyelidikan ini baru saja dimulai. Pak Agus mungkin hanya satu pion dalam permainan besar ini, tetapi informasi yang baru saja terungkap menunjukkan bahwa ada aktor-aktor lain yang jauh lebih berbahaya, dan Raka akan menemukan cara untuk menjatuhkan mereka satu per satu.


*************
Pindah ke bab selanjutnya.