Penghancuran
di Ruang Interogasi

“Sebuah thriller psikologis yang menunjukkan kemampuan seseorang interogator menggunakan teknik membaca orang sebagaimana digambarkan dalam buku Non Fiksi
Seni Membaca Orang:
Menguasai Bahasa Tubuh dan Sinyal Emosional,
oleh Nlauselang”

Baca Novel Penghancuran di Ruang Interogasi

Bab 7: Ridwan dan Strategi Mengelak

Raka duduk di balik meja ruang interogasi, matanya tajam memperhatikan pintu yang sebentar lagi akan terbuka. Hari ini, dia akan berhadapan dengan Ridwan, seorang pengusaha tambang yang terkenal kaya raya dan memiliki jaringan kuat di kalangan pejabat. Dari semua orang yang terkait dalam kasus ini, Ridwan adalah figur yang paling berbahaya—bukan hanya karena kekayaannya, tetapi karena kepercayaan dirinya yang tak tergoyahkan.

Saat pintu terbuka, Ridwan memasuki ruangan dengan langkah mantap. Tak seperti orang-orang lain yang pernah diinterogasi oleh Raka, Ridwan tampak tenang, bahkan terkesan santai. Dia mengenakan jas mahal yang pas di tubuhnya, menegaskan statusnya sebagai seorang pengusaha sukses. Wajahnya tersenyum tipis, tetapi senyum itu dingin, hampir tanpa emosi, kecuali untuk kilatan arogan di matanya.

Raka menatapnya lekat-lekat, mencari celah, tapi Ridwan tidak menunjukkan tanda-tanda ketakutan atau rasa bersalah. Dia duduk di kursi dengan sikap santai, menyandarkan tubuhnya seakan ruangan ini bukan ruang interogasi melainkan kantornya sendiri.

"Saya sudah mendengar banyak tentang Anda, Pak Raka," ujar Ridwan membuka percakapan, senyum arogan semakin terlihat. "Hebat sekali Anda sampai bisa memanggil saya ke sini. Ini pasti urusan penting."

Raka tidak menjawab, matanya tetap fokus pada setiap gerakan Ridwan. Dia tahu betul siapa yang sedang dia hadapi. Ridwan adalah pemain besar dalam permainan ini, seseorang yang terbiasa menggunakan kekayaan dan pengaruhnya untuk lolos dari masalah. Namun, Raka tahu bahwa kesombongan Ridwan bisa menjadi kunci untuk menjebaknya. Ridwan percaya bahwa dia tak tersentuh, bahwa tidak ada satu pun yang bisa membuktikan keterlibatannya dalam kasus korupsi tambang ini.

"Pak Ridwan," kata Raka akhirnya, "kita di sini untuk membahas beberapa dokumen yang terkait dengan perusahaan tambang Anda. Ada beberapa hal yang perlu kita klarifikasi."

Ridwan menyilangkan kakinya, senyumnya tak berubah. "Tentu saja, saya senang membantu. Saya yakin semua dokumen saya lengkap dan sesuai hukum. Kami selalu patuh pada peraturan."

Raka mengeluarkan sebuah map dari laci meja, membukanya perlahan. Di dalamnya terdapat beberapa dokumen penting—dokumen pajak tambang Ridwan, laporan audit, serta sejumlah surat izin yang diduga dipalsukan. Dia tahu ini adalah senjata utamanya.

"Ini adalah laporan pajak tambang Anda selama lima tahun terakhir," ujar Raka sambil meletakkan dokumen tersebut di atas meja. "Ada beberapa ketidaksesuaian yang kami temukan. Tampaknya ada sejumlah laporan yang tidak sinkron dengan kondisi sebenarnya di lapangan."

Ridwan memandang dokumen itu dengan santai, senyum kecil di sudut bibirnya semakin jelas. "Oh? Ketidaksesuaian seperti apa yang Anda maksud, Pak Raka?"

"Misalnya, jumlah produksi tambang yang dilaporkan dalam pajak Anda tidak sebanding dengan data lapangan yang kami dapatkan. Menurut catatan kami, produksi tambang Anda jauh lebih besar daripada yang Anda laporkan."

Ridwan tertawa kecil, namun tetap menjaga kontak mata. "Ah, mungkin itu hanya kesalahan teknis. Kami perusahaan besar, Pak Raka. Kadang-kadang ada hal-hal kecil yang terlewat. Tapi saya yakin itu bukan masalah besar. Semua bisa diselesaikan dengan cepat."

Raka merasakan ada sesuatu yang berubah di suasana ruangan. Bukan ketegangan yang muncul dari ketakutan Ridwan, tapi lebih pada keangkuhan yang mulai membesar. Ridwan jelas merasa dirinya berada di atas angin. Dia berbicara dengan nada yang meyakinkan, seolah-olah masalah yang sedang dibahas hanyalah masalah administrasi kecil yang bisa diselesaikan dengan mudah.

Namun, Raka tahu ada lebih dari sekadar “kesalahan teknis” di sini. Dari setiap penyelidikan yang ia lakukan, Ridwan dan perusahaan tambangnya telah menghindari pajak dan memalsukan data produksi secara sistematis. Uang yang seharusnya masuk ke kas negara mengalir ke kantong pribadi Ridwan dan rekan-rekan pejabatnya. Ridwan tahu sistem ini dengan baik, dan ia tahu cara bermain di dalamnya—mengelak, menyogok, dan menutup jejak.

Raka menatap Ridwan dengan lebih tajam. "Saya mengerti bahwa kesalahan administrasi bisa terjadi. Tapi laporan kami menunjukkan bahwa ini bukan pertama kalinya data pajak tambang Anda tidak sinkron. Bahkan, ada pola yang menunjukkan manipulasi yang berulang."

Ridwan tampak tidak terganggu. "Pola? Pak Raka, saya rasa Anda terlalu mendramatisir. Semua ini hanya kesalahpahaman. Anda tahu betapa rumitnya administrasi tambang di negara ini. Tidak mudah untuk selalu menjaga semuanya sempurna. Tapi saya jamin, perusahaan saya tidak pernah berniat untuk melanggar hukum."

"Apakah Anda yakin tidak ada kesengajaan dalam semua ini, Pak Ridwan?" tanya Raka, suaranya lebih tegas. "Karena kami menemukan bahwa produksi tambang yang Anda laporkan selalu jauh lebih rendah dari kenyataan, dan ini terjadi setiap tahun."

Ridwan tersenyum lebih lebar. "Mungkin Anda harus berbicara dengan tim akuntan saya, Pak Raka. Mereka yang menangani semua laporan ini. Saya hanya seorang pengusaha, saya mempercayai orang-orang yang bekerja untuk saya."

Raka tidak terkejut dengan jawaban ini. Ini adalah strategi klasik. Ridwan mencoba melemparkan tanggung jawab kepada orang lain, berusaha menciptakan jarak antara dirinya dan tindakan kriminal yang terjadi di bawah perusahaannya. Dia tahu betul bagaimana caranya melindungi diri, dan jawaban-jawabannya penuh perhitungan.

"Baiklah, jika Anda merasa tim Anda yang bertanggung jawab, kita akan memanggil mereka juga. Tapi ada satu hal lagi yang ingin saya tunjukkan kepada Anda," ujar Raka sambil membuka dokumen lain. "Ini adalah dokumen perizinan tambang Anda. Ada sejumlah izin yang dikeluarkan secara terburu-buru, dan beberapa tandatangan pejabat yang tidak sesuai dengan prosedur."

Untuk pertama kalinya, Ridwan tampak sedikit terkejut, meski dia segera menutupi ekspresinya dengan senyum tipis. Dia memandangi dokumen itu sejenak, sebelum mengangkat bahu. "Saya tidak tahu apa yang Anda maksud dengan 'tidak sesuai prosedur.' Semua izin saya sah, dikeluarkan oleh pejabat yang berwenang."

Raka menekan lebih keras. "Kami menemukan bahwa beberapa izin ini dikeluarkan oleh pejabat yang terkait dengan kasus korupsi yang sedang kami selidiki. Ada indikasi kuat bahwa dokumen-dokumen ini dipalsukan atau diperoleh melalui penyuapan."

Ridwan berhenti sejenak, tetapi kemudian ia tersenyum lagi, meski lebih dingin. "Pak Raka, saya menghormati pekerjaan Anda, tapi tuduhan Anda sangat serius. Saya adalah pengusaha yang sah, dan semua izin yang saya miliki dikeluarkan dengan cara yang sah. Jika Anda punya bukti, silakan tunjukkan, tapi sampai saat ini, saya tidak melihat ada kesalahan yang saya lakukan."

Senyuman Ridwan yang muncul kembali di wajahnya itu lebih terasa sebagai bentuk tantangan. Sebuah senyum arogan yang penuh dengan kebanggaan terselubung bahwa ia telah berhasil menipu sistem selama ini. Raka melihatnya jelas, senyum di sudut bibir Ridwan yang menyiratkan betapa liciknya dia dalam memanipulasi sistem.

Namun Raka tidak menyerah. Dia tahu bahwa Ridwan adalah ahli dalam berkelit, tetapi dia juga tahu bahwa di balik kepercayaan diri itu, ada celah yang bisa dia manfaatkan. Hanya butuh waktu untuk membongkar semuanya.

Ridwan meninggalkan ruang interogasi dengan percaya diri yang masih utuh. Tapi di dalam ruangan, Raka tahu, pertempuran baru saja dimulai. Ridwan mungkin telah menguasai permainan ini selama bertahun-tahun, tetapi sekarang, dengan setiap jawaban yang diberikan, Raka semakin dekat untuk memecahkan skema korupsi yang telah menjerat banyak orang, termasuk pejabat-pejabat tinggi.

Ridwan mengira dirinya tak tersentuh, tapi Raka tahu, setiap langkah strategis yang diambil Ridwan hanya akan memperjelas jejak-jejaknya.


*************
Pindah ke bab 8.