Penghancuran
di Ruang Interogasi

“Sebuah thriller psikologis yang menunjukkan kemampuan seseorang interogator menggunakan teknik membaca orang sebagaimana digambarkan dalam buku Non Fiksi
Seni Membaca Orang:
Menguasai Bahasa Tubuh dan Sinyal Emosional,
oleh Nlauselang”

Baca Novel Penghancuran di Ruang Interogasi!

Bab 5: Menyusun Potongan Puzzle – Fakta yang Mulai Terbuka.

Raka duduk di ruang kerjanya, menatap tumpukan dokumen yang kini sudah mulai bertambah banyak. Penyelidikan yang ia lakukan bersama tim semakin dalam, namun ada banyak potongan puzzle yang masih terasa belum pas. Ia mengambil satu dokumen dan membuka halaman-halaman yang telah ditandai sebelumnya, memperhatikan detail angka-angka yang tampak aneh di bagian lampiran data proyek yang disampaikan oleh Bu Nita.

Fakta-fakta yang mulai terungkap perlahan membentuk gambaran yang lebih besar, meski masih penuh dengan teka-teki. Berbagai petunjuk yang terkumpul dari hasil wawancara dengan Bu Nita, serta dokumen-dokumen yang sebelumnya telah diperiksa, mengisyaratkan adanya pengaturan yang lebih besar dan terstruktur. Namun, siapa saja yang benar-benar terlibat? Apa motif utama mereka?

Setelah meneliti dokumen dengan teliti, Raka mengalihkan pandangannya ke papan besar di hadapannya, di mana ia telah memasang berbagai catatan, foto, dan diagram. Tali-tali merah yang menghubungkan berbagai nama dan peristiwa tampak seperti jaring rumit, namun Raka tahu bahwa di balik semua kekacauan ini, ada pola yang harus ia temukan. Sebuah konspirasi besar sedang terjadi, dan Raka merasa semakin dekat untuk mengungkapnya.

Terdengar ketukan pintu yang membuyarkan pikirannya. Pintu terbuka, dan seorang rekannya, Hadi, masuk dengan ekspresi serius di wajahnya. "Raka, aku rasa kita menemukan sesuatu yang menarik," katanya sambil meletakkan beberapa lembar dokumen di meja.

"Apa itu?" Raka mengambil dokumen-dokumen tersebut dan mulai membacanya. Hadi berdiri di sampingnya, menjelaskan temuan yang baru saja didapat.

"Ada kesalahan signifikan dalam jumlah material yang dilaporkan untuk proyek ini. Angka-angka di laporan awal yang kami terima sangat berbeda dari laporan yang akhirnya disetujui oleh dinas. Bahkan, jumlah material yang seharusnya digunakan jauh lebih besar dari yang tercantum di dokumen final," kata Hadi.

Raka berhenti membaca sejenak, mengernyitkan dahinya. "Berarti ada pemotongan material yang signifikan?"

"Benar, dan bukan hanya itu. Jika kita bandingkan dengan data keuangan, anggaran yang dialokasikan untuk proyek ini juga terlalu besar untuk jumlah material yang sebenarnya digunakan. Sepertinya ada penyimpangan anggaran yang cukup besar di sini," jawab Hadi.

Raka meletakkan dokumen di atas meja dan bersandar di kursinya, mencoba mencerna semua informasi ini. Sejak awal, ia sudah mencurigai adanya ketidaksesuaian dalam angka-angka ini, tapi temuan Hadi membuktikan bahwa masalahnya jauh lebih besar daripada sekadar pemalsuan dokumen.

"Jadi, mereka tidak hanya memalsukan dokumen, tapi juga menggelapkan anggaran," gumam Raka, setengah berbicara kepada dirinya sendiri.

"Sepertinya begitu," kata Hadi. "Tapi yang jadi pertanyaanku, siapa yang cukup berkuasa untuk bisa melakukan ini tanpa ada yang mencurigai? Dan kenapa Bu Nita begitu takut untuk bicara lebih banyak?"

Raka menatap papan besar di hadapannya, di mana nama-nama dan hubungan antar-pihak sudah mulai terangkai. Ada banyak pihak yang terlibat, dari pejabat dinas hingga kontraktor eksternal. Namun, seperti yang dikatakan Hadi, pertanyaannya sekarang adalah siapa yang memiliki kekuatan untuk mengendalikan seluruh proses ini, dari manipulasi data hingga penggelapan anggaran?

"Kita butuh lebih banyak informasi dari Bu Nita," kata Raka, dengan nada tegas namun tenang. "Dia tahu lebih banyak, tapi dia terlalu takut untuk berbicara sepenuhnya. Kita harus membuatnya merasa lebih aman, mungkin melalui program perlindungan saksi, agar dia bisa membuka semuanya."

Hadi mengangguk. "Aku setuju. Jika dia bersedia memberikan nama-nama yang lebih spesifik, kita bisa mulai membangun kasus ini dengan lebih solid."

Raka kembali menatap papan catatan itu, kali ini lebih tajam. "Selain itu, kita juga harus fokus pada orang-orang di tingkat yang lebih tinggi. Ada indikasi bahwa seseorang dengan otoritas besar mengarahkan semua ini dari belakang layar. Aku yakin ini melibatkan lebih dari sekadar permainan anggaran di level dinas."

"Siapa pun orangnya, mereka pasti sangat berhati-hati," kata Hadi. "Jika tidak, kita mungkin sudah menemukan bukti yang lebih jelas dari sekarang."

Raka menghela napas panjang, lalu bangkit dari kursinya. "Baiklah, kita akan atur pertemuan lagi dengan Bu Nita, dan kali ini kita akan buat dia merasa lebih aman untuk berbicara."

Beberapa hari kemudian, Bu Nita kembali dipanggil ke untuk diperiksa. Kali ini, suasananya sedikit berbeda. Raka memastikan bahwa timnya menjaga komunikasi dengan lembaga perlindungan saksi, menyiapkan segala sesuatu untuk membuat Bu Nita merasa aman. Ia tahu betul bahwa keselamatan Bu Nita kini menjadi kunci dalam penyelidikan ini.

Ketika Bu Nita masuk ke ruang pertemuan, Raka bisa melihat bahwa wanita itu masih terlihat gugup, meskipun sedikit lebih tenang dibandingkan pertemuan sebelumnya. Raka mengisyaratkan agar Bu Nita duduk, lalu ia sendiri duduk di seberangnya, berusaha memulai percakapan dengan nada yang lebih hangat dan ramah.

"Bu Nita, terima kasih sudah datang lagi," kata Raka sambil tersenyum tipis. "Kami sudah mendiskusikan situasi Anda, dan kami akan memastikan bahwa Anda berada dalam perlindungan yang tepat jika Anda bersedia membantu kami lebih lanjut."

Bu Nita mengangguk pelan, meskipun matanya masih menunjukkan kekhawatiran yang mendalam. "Saya... saya hanya ingin ini semua selesai dengan cepat, Pak," katanya dengan suara lemah.

"Kami juga ingin hal yang sama, Bu," jawab Raka. "Dan untuk itu, kami butuh Anda membantu kami mengungkap siapa saja yang sebenarnya bertanggung jawab dalam kasus ini."

Bu Nita terdiam sejenak, mengalihkan pandangan ke dokumen-dokumen di atas meja. Raka bisa melihat bahwa wanita itu sedang memikirkan banyak hal—takut akan konsekuensi, mungkin, tetapi juga keinginan untuk membebaskan dirinya dari tekanan yang sudah lama membebaninya.

"Ada beberapa nama yang saya dengar," kata Bu Nita dengan suara yang pelan, hampir seperti bisikan. "Saya... saya tidak tahu pasti apakah mereka benar-benar terlibat, tapi mereka sering disebut-sebut oleh atasan saya."

Raka mengangguk, memberikan ruang bagi Bu Nita untuk melanjutkan tanpa tekanan. "Anda bisa sebutkan nama-nama itu, Bu. Kami akan menindaklanjutinya dengan cara yang sesuai."

"Pak Arif..." Bu Nita berhenti sejenak, menghela napas sebelum melanjutkan. "Pak Arif sering berhubungan dengan seseorang di luar dinas. Saya tidak pernah tahu siapa dia, tapi dia selalu membawa dokumen dari luar, dan setiap kali ada pertemuan rahasia, nama itu muncul."

"Siapa nama yang disebutkan itu?" Raka mendesak, matanya fokus pada Bu Nita.

"Pak Danu," jawab Bu Nita akhirnya. "Saya tidak tahu pasti siapa dia, tapi saya pernah mendengar bahwa dia adalah seorang kontraktor yang bekerja di proyek ini. Semua instruksi terkait dokumen datang dari arahnya."

Raka mencatat nama itu dalam pikirannya. Danu—seorang kontraktor yang tampaknya menjadi pusat dari semua manipulasi ini. Nama itu belum pernah muncul dalam penyelidikan sebelumnya, tapi Raka tahu ini adalah petunjuk penting.

"Baik, Bu Nita. Terima kasih atas informasi ini," kata Raka dengan tegas namun ramah. "Kami akan menyelidiki lebih lanjut tentang Pak Danu. Anda sudah melakukan hal yang sangat penting hari ini."

Bu Nita hanya mengangguk, terlihat sedikit lega. Namun, Raka tahu bahwa perjalanan ini masih jauh dari selesai. Nama Danu mungkin hanyalah salah satu bagian dari jaringan yang lebih besar. Dengan setiap informasi baru yang terungkap, mereka semakin dekat untuk membuka seluruh konspirasi ini—dan mungkin, semakin banyak orang yang terlibat akan muncul.

*************
Pindah ke bab 6